Sabtu, 26 Januari 2013

WASPADAI PENYAKIT KAKI GAJAH

WASPADAI PENYAKIT KAKI GAJAH


 
 
 
 
 
 
 PENDAHULUAN
Penyakit Kaki Gajah dikenal dalam istilah kedokteran Filariasis atau Elephantiasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan melalui gigitan berbagai jenis nyamuk. Penyakit Kaki Gajah bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin.
Penyakit Kaki Gajah bukanlah penyakit yang mematikan, namun dapat sangat mengganggu aktifitas sehari-hari. Kondisi ini akan menimbulkan rasa malu dan  rasa rendah diri bagi penderitanya. Akibatnya penderitanya tidak dapat bekerja dan menderita cacat seumur hidup.
Penyakit Kaki Gajah umumnya terdapat pada wilayah tropis di seluruh dunia. Menurut info dari WHO, urutan negara yang terdapat penderita penyakit kaki gajah adalah Asia Selatan (India dan Bangladesh), Afrika dan Amerika. Belakangan banyak pula terjadi di negara Thailand dan Indonesia (Asia Tenggara). Di dunia, penyakit ini diperkirakan mengenai sekitar 115 juta orang. WHO telah mencanangkan program dunia bebas filariasis pada tahun 2020 .
Di Indonesia tercatat 12.006 pasien kronis penyakit filariasis dan sebanyak 334 kabupaten atau kota yang menjadi endemis penyakit tersebut, ini di ungkapkan Menkes Nafsiah dalam Seminar ASEAN Neglected Tropical Disease (NTD). Untuk mengatasi kondisi tersebut, pemerintah telah melaksanakan Pemberian Obat Massal Pencegahan di 119 kabupaten atau kota dan dilaporkan sebanyak 23,9 juta orang telah mengkonsumsi obat Filariasis.
PENYEBAB
Penyebabnya adalah sekelompok cacing nematoda parasit yang tergabung dalam superfamilia Filarioidea yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Penelitian di Indonesia menemukan bahwa cacing jenis Brugia dan Wuchereria merupakan jenis terbanyak yang ditemukan di Indonesia, sementara cacing jenis Brugia timori hanya didapatkan di Nusa Tenggara Timur, khususnya di pulau Timor. Wuchereria bancrofti dapat menyerang tungkai, dada serta alat kelamin, sedangkan B. timori diketahui jarang menyerang bagian kelamin.
PENULARAN
Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap darah seseorang yang telah tertular filariasis. Darah yang terinfeksi dan mengandung larva akan ditularkan ke orang lain yang sehat saat nyamuk yang terinfeksi menggigit atau menghisap darah orang tersebut. Filariasis dapat ditularkan oleh 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres. Karena inilah, Filariasis dapat menular dengan sangat cepat.
Proses penularan penyakit ini dimulai saat nyamuk menggigit dan menghisap darah orang yang mengandung mikrofilaria. Mikrofilaria tersebut masuk ke dalam pembungkus tubuh nyamuk, kemudian menembus dinding lambung, dan bersarang di antara otot dada. Bentuk mikrofilaria yang menyerupai sosis disebut larva stadium I. Dalam waktu sekitar satu minggu, larva ini berganti kulit serta tubuhnya menjadi gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II. Pada hari ke-10 dan seterusnya, larva berganti kulit untuk kedua kalinya sehingga tubuh menjadi panjang dan kurus. Ini adalah larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif sehingga larva mulai berpindah, berawal dari rongga perut  kemudian pindah ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Mikrofilaria stadium III inilah yang merupakan bentuk infektif dan dapat masuk menembus kulit ke dalam tubuh manusia saat nyamuk menggigit seseorang yang sehat. Dari tempat masuknya, mikrofilaria akan langsung menuju ke kelenjar limfa lokal di sekitar tempat masuknya. Di dalam pembuluh limfa inilah, sekitar kurang lebih sembilan bulan, larva mengalami dua kali pergantian kulit dan tubuh menjadi cacing dewasa yang disebut larva stadium IV dan larva stadium V. Cacing filaria yang sudah dewasa berada di pembuluh limfa, sehingga menyumbat pembuluh limfa dan dapat menyebabkan penyumbatan aliran limfa penderitanya.
Cacing dewasa dapat bertahan sampai lebih dari 10 tahun dalam tubuh manusia, di mana pada saat itu mikrofilaria terus menerus terbentuk. Parasit filaria betina dapat menghasilkan lebih dari 10.000 mikrofilaria per hari yang masuk ke dalam pembuluh darah dan siap untuk dihisap oleh nyamuk.

GEJALA :

  1. Dapat tidak ada gejala (asimtomatik), penderitanya tidak merasa sakit tapi bisa menularkan mikrofilaria di tubuhnya ke tubuh orang lain. Kondisi ini yang paling berbahaya karena orang yang terkena tidak mencari pengobatan, padahal saat itu proses penularan kepada orang lain yang sehat dapat terjadi.
  2. Gejala akut berupa demam berulang selama 3-5 hari, pembengkakan kelenjar getah bening tanpa ada luka di daerah lipatan paha atau ketiak yang tampak kemerahan, panas dan sakit, radang kelenjar getah bening yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung, pembengkakan kelenjar getah bening dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
  3. Sedangkan gejala kronis yaitu berupa pembesaran yang menetap pada tungkai, lengan, buah dada dan buah zakar.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Penyakit kaki gajah ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan mikroskopis darah, sampai saat ini hal tersebut masih dirasakan sulit dilakukan karena microfilaria hanya muncul dan menampilkan diri dalam darah pada waktu malam hari selama beberapa jam saja.
Metode pemeriksaan yang lebih mendekati kearah diagnosa dan diakui oleh pihak WHO adalah dengan jalan pemeriksaan sistem "Tes kartu", hal ini sangatlah sederhana dan peka untuk mendeteksi penyebaran parasit (larva). Yaitu dengan cara mengambil sample darah sistem tusukan jari droplets diwaktu kapanpun, tidak harus di malam hari.
PENGOBATAN DAN PENANGANAN
Tujuan utama dalam penanganan dini terhadap penderita penyakit filariasis adalah membasmi  parasit atau larva yang berkembang dalam tubuh penderita, sehingga tingkat penularan dapat ditekan dan dikurangi serta angka kecacatan akibat infeksi kronis yang menyebabkan sumbatan juga dapat ditekan.
Penanganan pada filariasis adalah dengan pemberian obat cacing seperti Dietilkarbamasin (DEC) dan  Albendazole. Dietilkarbamasin  adalah satu-satunya obat filariasis yang ampuh baik untuk filariasis bancrofti maupun malayi, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini tergolong murah, aman dan tidak ada resistensi obat. Dietilkarbamasin tidak diberikan pada anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil atau menyusui dan penderita sakit berat atau dalam keadaan lemah. Sedangkan Albendazole mempunyai khasiat membunuh cacing, menghancurkan telur dan larva cacing. Efek samping dari obat filariasis adalah demam, menggigil, nyeri sendi , sakit kepala, mual, hingga muntah. Untuk mengatasi efek samping obat ini dapat diberikan paracetamol dan antasida.

TIPS PENCEGAHAN
  1. Melindungi dari gigitan nyamuk dengan cara menggunakan obat nyamuk bakar, semprot, atau mengoles kulit dengan obat anti nyamuk. Kalau perlu, gunakan kelambu sewaktu tidur dan menutup ventilasi rumah dengan kawat kasa nyamuk.
  2. Bagi penderita filariasi diharapkan kesadarannya untuk memeriksakan ke dokter dan mendapatkan penanganan obat-obatan sehingga tidak menyebarkan penularan kepada  orang lain yang sehat
  3. Memberantas sarang nyamuk dengan cara membersihkan semak-semak di sekitar rumah, menimbun dan mengeringkan genangan air, membersihkan rawa-rawa atau kolam yang dapat menjadi sarang nyamuk.
  4. Menjaga kebersihan lingkungan merupakan hal terpenting untuk mencegah terjadinya perkembangan nyamuk
  5. Bagi daerah yang endemis  (hasil survey microfilaria > 1%) serta anggota keluarga yang tinggal serumah dan berdekatan dengan penderita di daerah dengan hasil survey mikrofilaria < 1% (non endemis) dapat diberikan DEC dan Albendazole


Tidak ada komentar:

Posting Komentar