Sabtu, 26 Januari 2013

Upaya Menurunkan Tingkat Kematian Maternal

Upaya Menurunkan Tingkat Kematian Maternal



Pencegahan Kematian Maternal
Keluarga berencana. jika para ibu yang tidak ingin hamil lagi dapat memperoleh pelayanan kontrasepsi efektif sebagaimana diharapkan, maka akan berkuranglah prevalensi abortus provokatus serta prevelensi wanita hamil pada usia lanjut dan paritas tinggi. Dengan berkurangnya faktor risiko tinggi ini maka kematian maternal akan turun pula secara bermakna. Oleh karena itu pelayanan keluarga berencana harus dapat mencapai sasaran seluas-luasnya di masyarakat, khususnya golongan risiko tinggi.

Pemeriksaan kehamilan dan pelayanan rujukan. Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi dapat menurunkan angka kematian maternal. Petugas kesehatan seyogianya dapat mengidentifikasi faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan usia, paritas, riwayat obstetrik buruk, dan perdarahan selama kehamilan. mereka harus mampu memberi pengobatan pada penyakit-penyakit yang menyertai kehamilan, misalnya anemia. Mereka juga harus mampu mengenal tanda-tanda dini infeksi, partus lama, perdarahan berlebihan, dan mengetahui bilamana saat yang tepat untuk untuk merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap.

Perbaikan Pelayanan Gawat Darurat

Walaupun upaya pencegahan dengan identifikasi faktor-faktor resiko telah dilakukan sebagaimana diuraikan diatas, namun masih ada kemungkinan komplikasi berat terjadi sewaktu-waktu. Dalam hal ini rujukan segera harus dilakukan, karena kematian dapat terjadi dalam waktu singkat. Oleh karena itu petugas kesehatan di lini terdepan harus di bekali dengan kemampuan melakukan tindakan-tindakan darurat secara tepat.

Perdarahan. Perdarahan postpartum sering memerlukan tindakan cepat dari penolong persalinan, misalnya pengeluaran plasenta secara manual, memberikan obat-obatan oksitosin, massase uterus, dan pemberian cairan pengganti tranfusi darah.

Infeksi nifas.  Kematian karena infeksi nifas dapat dikurangi dengan meningkatkan kebersihan selama persalinan. Kepada penolong persalinan senantiasa perlu di ingatkan tentang tindakan asepsis pada pertolongan asepsis pada pertolongsn persalinan. Antibiotika perlu di berikan pada persalinan lama dan pada ketuban pecah dini. parturien dan keluarganya perlu di beri penerangan tentang tanda-tanda dini infeksi nifas.

Gestosis.  Petugas kesehatan harus mampu mengenal tanda-tanda awal gestosis seperti edema, hipertensi, hiperrefleksia, dan jika mungkin, proteinuria. Jika gestosis memberat, maka di perlukan rujukan.

Distosia.  Gravida dengan postur tubuh kecil atau terlalu pendek, primi atau grandemultigravida, perlu di curigai akan kemungkinan terjadinya distosia oleh karena diproporsi sefalopelvik. Pemanfaatan partograf untuk mendeteksi secara dini persalinan lama terbukti dapat menurunkan angka kematian maternal.

Abortus provokatus. kematian karena abotus provokatus seharusnya dapat di cegah, antara lain dengan pelayanan kontrasepsi efektif sehingga kehamilan yang tidak di inginkan dapat di hindari. Pengobatn pada abortus inkomplit adalah koretase, yang seyogianya dapat dilakukan di lini terdepan. Jika diragukan apakah sebelumnya telah dilakukan usaha abortus provokatus, perlu di berikan antibiotika, walaupun belum ada tanda-tanda infeksi. Jika sudah terjadi infeksi, perlu di berikan antibiotika dosis tinggi secara intravena.

Perbaikan jaringan pelayanan kesehatan

Pengadaan tenaga terlatih di pedesaan. Di Indonesia sebagian besar persalinan masih di tolong oleh dukun, khususnya yang berlangsung di desa-desa. Par dukun ini harus di manfaatkan dan di ajak bekerjasama antara lain dengan melatih mereka dalamteknik asepsis dan pengenalan dini tanda-tanda bahaya, serta kemampuan pertolongan pertama dan mengetahui kemana rujukan harus di lakukan pada waktunya. Pada saat ini pemerintah sedang mengupayakan pengadaan tenaga bidan untuk setiap desa, sehingga di perkirakan perlu di didik sekitar 80.000 orang bidan untuk memenuhi kebutuhan tersebut sampai pelita VI.

Peningkatan Kemampuan Puskesmas. Puskesmas yang merupakan fasilitas rujukan pertama dari petugas lini terdepan perlu di lengkapi dengan dokter terlatih serta kelengkapan yang di perlukan untuk mencegah kematian maternal. Puskesmas seyogianya mampu mengatasi perdarahan akut, tersedia antibiotika dan cairan yang cukup, dan mampu memberikan pertolongan bedah obstetri sederhana.

Rumah sakit rujukan. Rumah sakit rujukan harus di lengkapi dengan fasilitas tranfusi darah, listrik, air bersih, alat-alat oprasi, anestesia, antibiotika dan obat serta bahan lain, dan tenaga terlatih. Menurut WHO ada 7 fungsi utama dari rumah sakit rujukan pertama untuk di penuhi, yaitu:

(1) Mampu melakukan tindakan bedah meliputi seksio sesarea, terapi bedah pada sepsis, reparasi robekan vagina dan serviks, laparotomi pada ruptura uteri dan kehamilan ektopik, dan evakuasi abortus inkomplit;

(2) mampu memberikan pelayanan anestesia dan resusitasi jantung paru; (3) Mampu melakukan tindakan medik pada renjatan, sepsis, dan eklampsia; (4) mampu memberikan tranfusi darah dan terapi cairan;

(5) mampu melakukan tindakan bedah kebidanan per vaginam serta menggunakan partograf; (6) mampu memberikan pelayanan kontrasefsi efektif, khususnya sterilisasi. AKDR, kontrasesi suntikan, dan susuk; dan (7) mampu mengelola kasus risiko tinggi, antara lain melalui pondok bersalin.

Konsep pondok bersalin (maternity waiting homes) telah di coba dengan hasil baik di Afrika. Para wanita hamil dengan risiko tinggi tinggal di pondok ini pada minggu-minggu terakhir kehamilan mereka. Pondok ini letaknya dekat dengan rumah sakit rujukan ,sehingga rujukan dapat di lakukan sewaktu-waktu dengan cepat.

Kematian reproduksi

Akhirnya perlu pula di kemukakan bahwa dalam akhir dekade ini di kenal pula istilah KEMATIAN REPRODUKSI, agar hal ini tidak salah di artikan. Di luar kehamilan para wanita memakai pil anti hamil yang di ketahui mempengaruhi antara lain sistem kardio-vaskular, atau memakai alat kontrasefsi dalam rahim (AKDR) yang dapat menimbulkan infeksi berat, atau meminta di adakan tubektomi yang dapat pula menimbulkan kematian ibu tersebut.

Kematian akibat usaha kontrasepsi ini di namakan kematian kontrasepsi. Kematian kontrasepsi tersebut jauh lebih kecil dari kematian maternal. Yang di artikan sebagai Kematian Reproduksi adalah kematian maternal di tambah dengan kematian kontrasepsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar